Pemerintah serius menangani masalah HIV/AIDS. Hal ini terlihat dari semakin meningkatnya jumlah orang yang diperiksa, seiring dengan meningkatnya jumlah layanan Konseling dan Tes HIV di Indonesia. Jumlah kasus HIV positif yang ditemukan pada penduduk yang melakukan Konseling dan Tes HIV adalah 859 orang HIV positif tahun 2005, 21.591 orang tahun 2010, dan 21.031 orang tahun 2011. Selain itu angka kematian (Case Fatality Rate=CFR) AIDS menurun dari 4,5% pada tahun 2010 menjadi 2,4% pada tahun 2011.
Demikian paparan Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH. Dr.PH pada Rapat Koordinasi Bidang Kesejahteraan Rakyat bersama Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Menteri Dalam Negeri, dan Sekjen Komisi Pengendalian AIDS Indonesia, di Kantor Kemenkes (2/3)
Menkes menyatakan persentase kasus AIDS tertinggi tahun 1987-2011 ada pada kelompok umur 20-29 tahun (46,8%), diikuti kelompok umur 30-39 tahun (30,3%) dan kelompok umur 40-49 tahun (9,4%). Tahun 2011, persentase Kasus AIDS tertinggi ada pada kelompok umur 30-39 tahun sebanyak 33,4%, diikuti kelompok umur 20-29 tahun (30,2%), dan kelompok umur 40-49 tahun (14,1%).
Proporsi kasus pada laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan. Pada tahun 2011, persentase pada laki-laki sebesar 63,1%, sedangkan pada perempuan sebesar 34%. Namun persentase pada perempuan pada tahun 2011 meningkat dibandingkan dengan persentase kumulatif tahun 1987-2011, yaitu dari 28,2% menjadi 34%, tambah Menkes.
Pada tahun 2011 jumlah Kasus AIDS Menurut Pekerjaan, tertinggi pada Ibu Rumah Tangga (622 kasus), diikuti tenaga non-profesional atau karyawan (587 kasus), dan wiraswasta atau usaha sendiri (544 kasus).
Sepuluh provinsi dengan jumlah kumulatif kasus AIDS terbanyak pada tahun 2011 yaitu DKI Jakarta (1122 kasus), Papua (601), Jawa Timur (520), Jawa Tengah (412), Bali (370), Jawa Barat (211), Kalimantan Barat (150), Sulawesi Selatan (129), Riau (99), dan Nusa Tenggara Barat (77).
Sementara persentase Kumulatif Kasus AIDS Menurut Faktor Risiko pada tahun 2011 tertinggi ditemui melalui hubungan sex Heteroseksual (71%), Penasun (18,7%), LSL (3,9%), dari Ibu ke Anak (2,7%), Darah Donor dan Produk Darah Lainnya (0,4%), dan Tidak Diketahui (3,3%).
“Pemerintah telah merespon Epidemi AIDS sejak tahun 1986, sebelum kasus AIDS ditemukan di Indonesia,” tegas Menkes.
Strategi Pengendalian HIV-AIDS dan IMS di Indonesia dilaksanakan diantaranya melalui peningkatan pemberdayaan masyarakat swasta dan masyarakat madani, Peningkatan pembiayaan, Peningkatan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan pengobatan, pemeriksaan penunjang HIV-AIDS dan IMS serta menjamin keamanan, kemanfaatan, dan mutu sediaan obat dan bahan/alat yang diperlukan dalam pengendalian HIV-AIDS dan IMS.
Menkes menegaskan, pembiayaan Pengendalain HIV-AIDS melalui APBN terus meningkat dari tahun ke tahun. Demikian pula untuk pembiayaan pengadaan obat ARV. Tahun 2007 pengadaan ARV sebesar Rp. 17.9 M; Tahun 2008 sebesar Rp. 49.8 M; Tahun 2009 sebesar Rp. 43.2 M; Tahun 2010 sebesar Rp. 84.2 M, Tahun 2011 sebesar Rp. 85.9 M. Untuk Tahun 2012, semua kebutuhan obat ARV sudah dapat terpenuhi melalui anggaran APBN.
“Pengendalian HIV-AIDS dan IMS di Indonesia diperkuat dengan Program Aku Bangga Aku Tahu. Suatu kampanye pencegahan penyebaran HIV dan AIDS yang ditujukan kepada kaum muda usia 15-24 tahun. Program ini bertujuan meningkatkan pengetahuan yang benar dan komprehensif tentang HIV dan AIDS diantara kaum muda agar mereka dapat menjaga dirinya tidak tertular,” kata Menkes.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faksimili 52921669, Pusat Tanggap Respon Cepat (PTRC): 021-500567 dan 081281562620, atau alamat e-mail info@depkes.go.id, kontak@depkes.go.id.