Kemenkes Hebat, Indonesia Sehat

Kemenkes Hebat, Indonesia Sehat

Balita R Meninggal Dunia Akibat Sepsis

85

Jakarta, 25 Agustus 2025

Seorang Balita R, asal Sukabumi meninggal dunia di RSUD Syamsudin Sukabumi setelah menjalani perawatan intensif selama sembilan hari sejak 13 Juli 2025. Pasien datang ke instalasi gawat darurat (IGD) dalam kondisi penurunan kesadaran dan didiagnosis sepsis atau infeksi berat yang diperburuk dengan malnutrisi, stunting dan meningitis TBC.

Prof. dr. Agnes Kurniawan, Sp.Par.K, Ketua Kolegium Parasitologi Klinik, menegaskan kematian pasien tidak disebabkan oleh cacing gelang (ascaris lumbricoides), melainkan oleh kondisi medis berat yang sudah diderita sebelumnya.

“Penyebab kematian bukan cacing. Pasien sudah masuk rumah sakit dalam kondisi kesadaran menurun. Albendazole tidak langsung membunuh cacing, tetapi memicu migrasi keluar tubuh. Hasil pemeriksaan foto abdomen tidak menunjukkan adanya obstruksi atau sumbatan pada usus yang dapat menyebabkan peritonitis (radang selaput usus),” jelasnya.

Hal senada disampaikan Prof. dr. Anggraini, Sp.A(K), dokter spesialis anak, yang mengatakan bahwa berdasarkan pemeriksaan, ditemukan adanya infeksi di susunan saraf pusat dan sepsis. Ditambahkan pula bahwa cacing dewasa tidak masuk ke otak, paru dan jantung karena ukurannya yang besar.

"Larva cacing gelang memang memiliki siklus hidup melalui pembuluh darah dan saluran napas yang kadang menyebabkan gangguan nafas, namun tidak menyebabkan kematian," jelasnya. 

dr. Sianne, Sp.A, selaku dokter yang menangani R, menjelaskan bahwa saat tiba di IGD, pasien sudah tidak sadar dan berdasarkan anamnesis, telah mengalami demam tinggi serta penurunan kesadaran sejak satu minggu sebelumnya.

“Pasien pertama kali datang ke rumah sakit sudah mengalami penurunan kesadaran, dan demam serta batuk sejak seminggu sebelum masuk rumah sakit. Riwayat medis menunjukkan pasien telah menjalani pengobatan yang tidak jelas ke mana lebih dari sepuluh kali dalam tiga bulan terakhir oleh karena demam dan batuk,” ujar dr. Sianne pada Senin (25/8).

Selama perawatan tim medis menemukan cacing gelang dewasa. Hasil pemeriksaan radiologi toraks menunjukkan adanya TBC paru aktif dan pneumonia, sementara radiologi abdomen memperlihatkan cacing dalam jumlah banyak tanpa tanda sumbatan. CT scan kepala juga mengonfirmasi adanya radang selaput otak/meningitis.

Penanganan dilakukan secara menyeluruh, meliputi terapi anti-TB, antibiotik, koreksi elektrolit, pemberian obat-obatan untuk mempertahankan tekanan darah dan denyut jantung, serta pemberian obat cacing albendazole. Setelah terapi albendazole, pasien mengeluarkan cacing dalam jumlah banyak melalui buang air besar selama beberapa hari.

Pasien meninggal dunia pada hari kesembilan perawatan, Senin (21/7) pukul 14.24 WIB. Menurut dr. Sianne, diagnosis kematian langsung adalah sepsis, dengan penyebab antara malnutrisi berat kwashiorkor dan stunting, serta penyebab dasar meningitis TB stadium 3.

Terkait isu di media bahwa cacing yang keluar mencapai 1 kg, dr. Sianne meluruskan bahwa rumah sakit tidak pernah menimbang cacing tersebut.

“Kami tidak melakukan penimbangan karena keluarnya cacing berlangsung bertahap selama beberapa hari,” tegasnya.

Kasus ini menjadi pengingat penting mengenai bahaya TBC lanjut yang diperberat oleh malnutrisi dan infestasi parasit. Masyarakat diimbau untuk meningkatkan kesadaran terhadap sanitasi lingkungan, pemenuhan gizi anak, serta deteksi dini penyakit menular seperti TBC dan infeksi cacing.

Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Informasi Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi Halo Kemenkes melalui hotline 1500-567, SMS 081281562620, atau email [email protected]. (D2/SK)

Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik

Aji Muhawarman, ST, MKM

Artikel Sebelumnya
Komitmen Pemerintah Wujudkan Lingkungan Pendidikan Kedokteran Bebas Kekerasan

RILIS KEMENTERIAN KESEHATAN


KALENDER KEGIATAN

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Jl. H.R. Rasuna Said Blok X-5 Kav. 4-9
Jakarta Selatan 12950
Indonesia

Ikuti Kami:

© 2025