Jakarta, 15 Desember 2021
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin melantik 4 pejabat eselon 1 di Kementerian Kesehatan pada Rabu (15/12) di gedung Kemenkes, Jakarta. Pelantikan tersebut sejalan dengan rencana Kementerian Kesehatan untuk melakukan transformasi sistem kesehatan nasional dalam rangka mengantisipasi pandemi yang akan datang.
Empat pejabat eselon 1 itu antara lain Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS sebagai Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dr. Dra. Lucia Rizka Andalusia, Apt, M.Pharm, MARS. sebagai Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, drg. Arianti Anaya, MKM sebagai Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan, dan Setiaji ST. M.Si sebagai Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Teknologi Kesehatan.
Menkes Budi mengatakan setiap krisis memberikan kesempatan dan peluang untuk melakukan transformasi yang lebih baik.
“Tugas utama dari bapak ibu adalah memastikan bahwa transformasi sektor kesehatan Indonesia ke depannya menjadi jauh lebih baik untuk memastikan bahwa Kementerian Kesehatan bisa memberikan pelayanan yang paripurna bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya untuk generasi saat ini tetapi juga untuk generasi yang akan datang,” katanya dalam pelantikan tersebut.
Untuk Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Menkes Budi mengatakan dalam transformasi ketiga sektor kesehatan nasional, harus dipastikan bahwa sistem ketahanan kesehatan jauh lebih kuat terutama didukung oleh tersedianya obat-obatan, alat-alat medis, alat kesehatan, vaksin yang diproduksi, diteliti dalam negeri dan juga didistribusikan sampai ke seluruh pelosok Indonesia.
Kesiapan rantai pasok dari hulu ke hilir dan penguasaan teknologi untuk pengembangan obat-obatan dan alat kesehatan pun harus dibangun di dalam negeri.
“Pengalaman selama pandemi menunjukkan bahaya yang luar biasa besarnya kalau kita tidak mampu mandiri untuk melakukan penelitian, pengembangan, dan produksi semua obat-obatan dan alat kesehatan yang kita butuhkan di dalam negeri,” ucap Menkes Budi.
Terkait ketahanan kesehatan, peranan dari Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) sangat besar, Menkes Budi mengatakan Dirjen P2P harus mampu mengendalikan sumber penyakit yang mungkin bukan berasal dari manusia, melakukan surveilans dan monitoring, serta melakukan pencegahan-pencegahan agar jangan sampai wabah penyakit itu terjadi.
“Tindakan-tindakan strategis, persiapan-persiapan strategis harus dilakukan agar proses identifikasi, proses surveilans di sisi hulu dari pencegahan penyakit baik menular maupun tidak menular, seharusnya lebih kita kuatkan dibandingkan dengan hanya merespons di sisi hilir disisi kuratif pada saat rakyat kita sudah mulai sakit,” ucap Menkes Budi.
Selanjutnya, untuk Dirjen Tenaga Kesehatan, transformasi ke-5 dari Sistem Kesehatan Nasional adalah terkait dengan SDM kesehatan. Hal ini sangat menentukan apakah bangsa Indonesia bisa memanfaatkan bonus demografi atau tidak.
Jumlah dokter di Indonesia masih kurang. Dari 1 per 1000 standar negara-negara Asia, Indonesia masih setengahnya. Indonesia harus mengejar ketertinggalan lebih dari 100.000 dokter dengan kapasitas lulusan pertahun sekitar 12 sampai 15 ribu dokter.
“Jadi tugas pertama yang harus dikejar adalah bagaimana kita bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan juga seluruh pendidikan tinggi, universitas yang ada fakultas kedokteran nya untuk dengan cepat mengejar jumlah dokter yang kita butuhkan,” ucap Menkes Budi.
Indonesia juga memiliki masalah lain bahwa distribusi tenaga kesehatan tidak merata. Maka ketersedian dokter harus dipenuhi di semua wilayah di Indonesia.
Ketersediaan dokter yang merata harus diiringi dengan kualitas dari seluruh tenaga kesehatan.
Sementara itu, untuk Staf Ahli Menkes bidang Teknologi Kesehatan, lanjut Menkes Budi, peranan teknologi informasi sangat penting untuk mendukung perubahan layanan kesehatan maupun diagnostik kesehatan ke depannya.
Sistem data base yang baik maupun mekanisme kecerdasan buatan, semuanya harus segera diimplementasikan agar sistem kesehatan Indonesia bisa memberikan layanan paripurna bagi seluruh rakyat Indonesia dimanapun dia berada.
“Layanan teknologi informasi harus ditujukan untuk melayani rakyat bukan untuk melayani pejabat. Hindarilah aplikasi-aplikasi yang merepotkan seluruh tenaga kesehatan kita hanya untuk memuaskan atau melayani pejabat. Semua aplikasi kita harus diarahkan untuk melayani rakyat,” tegas Menkes.
Tidak hanya 4 pejabat eselon 1, Menkes Budi juga melantik dr. Andi Saguni, MA sebagai Direktur Utama RSUP Fatmawati. Ia meminta Rumah Sakit vertikal Fatmawati harus bisa menjadi center of excellent untuk bidangnya, membangkitkan budaya penelitian kesehatan, dan RS Fatmawati harus bisa menjadi pengampu RS lain di daerah sekitarnya dan di seluruh Indonesia.
“Bangunlah jaringan rujukan untuk layanan-layanan yang ada di Rumah Sakit Fatmawati. Didiklah rumah sakit- rumah sakit daerah, rumah sakit swasta agar orang-orang di pelosok daerah, di pulau-pulau terpencil tidak perlu datang ke rumah sakit di ibu kota provinsi untuk memperoleh layanan tertentu,” tutur Menkes.
“Kepada seluruh jajaran Kementerian Kesehatan mari kita dukung pejabat – pejabat eselon 1 Kementerian Kesehatan kita yang baru untuk bisa mentransformasi Kementerian Kesehatan menjadi Kementerian yang terbaik yang dibanggakan bukan hanya di Indonesia, bukan hanya di Asia tapi di seluruh dunia,” tambah Menkes Budi.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id (D2)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM