Jakarta, 5 Oktober 2022
Jumlah penderita gangguan penglihatan di Indonesia berdasarkan survey Rapid Assessment of Avoidable Blindness diperkirakan 3 dari 100 orang berusia lebih dari 50 tahun mengalami kebutaan atau sekitar 1,6 juta orang.
Penyebab utama gangguan penglihatan adalah kelainan refraksi, sedangkan penyebab utama kebutaan adalah katarak.
Sampai saat ini masalah mata masih menjadi perhatian pemerintah, masih banyak sekali orang yang mengalami gangguan penglihatan.
Saat ini di Indonesia kurang lebih ada 1 juta orang mengalami kebutaan. Sementara itu kurang lebih ada sekitar 5 sampai 6 juta orang mengalami gangguan penglihatan dan sebagian besarnya adalah masih mungkin untuk diatasi.
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan dr. Maxi Rein Rondonuwu mengatakan gangguan penglihatan dan kebutaan merupakan masalah yang berdampak pada hampir sepertiga populasi dunia saat ini dan diperkirakan akan terus meningkat.
“Penyakit prioritas pada gangguan penglihatan adalah yang pertama katarak kemudian diikuti kelainan refraksi, glaukoma, dan retinopati diabetik,” ujar Dirjen Maxi pada konferensi pers Hari Penglihatan Sedunia, Selasa (4/10).
Cara mengatasi gangguan penglihatan secara komprehensif meliputi kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang merupakan amanah dari undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
Pemerintah menargetkan penurunan gangguan penglihatan sebesar 25% pada 2030. Strategi penanggulangan gangguan penglihatan mulai dari penguatan advokasi dan koordinasi lintas program dan lintas sektor, penguatan peran serta masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, pendekatan asesmen kesehatan yang berkualitas melalui peningkatan SDM dan standardisasi, dan penguatan surveilans sampai pemantauan serta evaluasi kegiatan.
“Pemerintah bekerja sama dengan berbagai pihak dalam proses mengembangkan _Vision Center_,” ucap Dirjen Maxi.
_Vision Center_ adalah sebuah bentuk pelayanan kesehatan mata terintegrasi pada fasilitas pelayanan kesehatan di tingkat layanan primer. Pemeriksaan dilakukan secara komprehensif bukan hanya kepada individu, tapi juga masyarakat atau komunitas melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Dalam mengatasi masalah penglihatan di Indonesia, pemerintah butuh keterlibatan dari lintas sektor, seperti organisasi profesi.
Pengurus pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) dr. Yeni Dwi Lestari, Sp.M (K) mengatakan tahun ini Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan berbagai stakeholder termasuk perdami mencoba satu _pilot project_ pengembangan _Vision Center_. Bertujuan menyediakan layanan yang bisa diakses dan terdekat dengan masyarakat.
“Melalui Vision Center ini kami berharap bisa melayani masyarakat untuk skrining deteksi dini sebuah penyakit terutama katarak dan pelayanan refraksi. Untuk pelayanan refraksi kita harapkan bahwa Vision Center ini bisa menjadi satu unit atau satu fasilitas yang bisa menyediakan kaca mata dengan harga terjangkau,” ucap dr. Yeni.
Dikatakan dr. Yeni, strategi selanjutnya adalah melalui 3A, yakni _Accessible_ (dapat diakses), _Available_ (Ketersediaan), dan _Affordable_ (Terjangkau). Melalui _Accessible_, lanjutnya, masyarakat Indonesia memiliki akses pada layanan kesehatan dimanapun.
Setiap penduduk Indonesia memiliki akses pada layanan kesehatan mata di manapun, dan ini sebenarnya bisa dilaksanakan jika layanan kesehatan yang menyediakan layanan kesehatan mata itu berada di tengah-tengah masyarakat itu sendiri.
Sementara untuk _Available_, pemerintah ingin pemeriksaan mata itu bisa tersedia untuk segala usia, baik bayi baru lahir sampai kepada populasi dengan usia lanjut sebenarnya. Banyak sekali pemeriksaan mata yang bisa dilakukan secara sederhana dan tidak memerlukan alat-alat yang canggih.
Terkait _Affordable_, pemerintah ingin kesehatan mata bisak terjangkau harganya. Jadi kita sudah mulai memikirkan bagaimana caranya bisa menyediakan kaca mata dengan kualitas tinggi namun terjangkau dan bisa diakses oleh seluruh penduduk Indonesia sehingga pasien tersebut bisa melihat dengan lebih baik
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email [email protected] (D2).
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik
dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid