Bali, 16 Juni 2025
Rendahnya komitmen pemerintah daerah menjadi salah satu hambatan utama dalam upaya eliminasi malaria di Tanah Papua. Hingga saat ini, Papua masih menjadi episentrum malaria nasional, dengan 90 persen kasus berasal dari provinsi-provinsi di wilayah tersebut.
Plt Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI, drg. Murti Utami, MPH, menegaskan pentingnya kolaborasi antar daerah untuk menanggulangi penyebaran malaria, yang kerap terjadi akibat mobilitas penduduk antar provinsi.
“Bagaimana komitmen pemerintah daerah itu penting sekali. Makanya mereka nanti harus membuat forum, forum gubernur. Jadi mereka harus kolaborasi, karena itu kan (malaria) migrasi ke provinsi-provinsi lain,” ujarnya saat wawancara dengan pers di sela pertemuan Asia Pacific Leaders Malaria Alliance (APLMA) ke-9 di Bali, Senin (16/6).
Ia menyebut salah satu keluaran penting dari pertemuan ini adalah dorongan agar para gubernur di Tanah Papua membentuk Forum Gubernur untuk Pengendalian Malaria. Forum ini dinilai sebagai langkah strategis untuk menyatukan komitmen dan memperkuat sinergi antar daerah yang memiliki tantangan serupa, baik dari sisi geografis maupun beban penyakit.
Namun, drg. Murti juga mengakui bahwa sejauh ini komitmen sejumlah pemerintah daerah belum optimal.
“Komitmennya belum optimal. Jadi ada komitmennya untuk nanti semua menggerakkan seluruh stakeholder. Tidak bisa orang kesehatan saja,” tegasnya.
Ia juga menyoroti rendahnya cakupan deteksi dini di Papua. Hingga saat ini, tingkat penemuan kasus baru masih di bawah 54 persen, jauh dari standar nasional.
“Padahal seperti yang disampaikan oleh Mr. Shartak (CEO APLMA), ini adalah perpaduan tiga: antara manusia, vektor (nyamuk), dan lingkungan. Jadi pendekatanya juga harus tiga itu,” jelasnya.
Faktor lingkungan dan keberadaan nyamuk Anopheles sebagai vektor utama malaria juga masih menjadi tantangan tersendiri. Upaya pengendalian vektor dan perbaikan lingkungan belum berjalan optimal, memperbesar risiko penyebaran penyakit.
Kementerian Kesehatan turut menyoroti kurangnya konsolidasi lintas sektor dalam pelaksanaan program di lapangan. Tanpa dukungan dari sektor keamanan, pembangunan infrastruktur, serta alokasi pendanaan yang memadai, target eliminasi dipastikan sulit tercapai.
Melalui forum ini, drg. Murti berharap kerja sama dengan mitra pembangunan seperti Asian Development Bank (ADB) dapat mendorong pembukaan akses pendanaan tambahan, khususnya bagi daerah yang menunjukkan komitmen kuat terhadap upaya eliminasi.
“Jadi mungkin ini salah satu juga yang akan kita bahas nanti dengan teman-teman donors (ADB) memberikan ruang untuk negara-negara yang memiliki komitmen untuk melimitasi,” ungkapnya.
Meski menghadapi berbagai tantangan, ia tetap optimistis bahwa Indonesia masih berada di jalur yang tepat menuju eliminasi malaria nasional. Namun, keberhasilan tersebut sangat bergantung pada percepatan pengendalian di Papua.
“Sebetulnya kita Indonesia on the track. Cuma akhirnya kita tinggal menyesuaikan sisa-sisa daerah-daerah yang memang tidak mudah secara geografis,” tutupnya.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Informasi Publik, Kementerian Kesehatan RI.Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi Halo Kemenkes melalui hotline 1500-567, SMS 081281562620, atau email [email protected]. (D2/SK)
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik
Aji Muhawarman, ST, MKM