Bali, 27 Oktober 2022
Indonesia dan 6 negara anggota G20 terutama yang berada di kawasan selatan, telah menyepakati pembentukan jejaring pusat penelitian dan manufaktur untuk Vaksin, Terapi/Pengobatan dan Diagnostik (VDT).
“Negara-negara G20 juga menyoroti pentingnya menghindari duplikasi dan fragmentasi yang tidak diperlukan dalam upaya kami untuk memperkuat jaringan penelitian dan pengembangan manufaktur vaksin, terapi, dan diagnostik secara global dan regional,” ujar Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Dr. Dra. Lucia Rizka Andalusia, Apt, M.Pharm, MARS
Juru Bicara G20 Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid mengatakan negara anggota G20 saat ini dalam proses menganalisis kesenjangan dan pemetaan kondisi saat ini terkait jejaring pusat penelitian dan manufaktur. Proses itu dilakukan oleh tim Kelompok Kerja Kesehatan 3 (HWG3).
“Kesenjangan dalam kapasitas setiap negara G20 dalam menghadapi pandemi dapat memperlambat kesiapsiagaan dan respons terhadap COVID-19,” ungkap dr. Nadia pada pertemuan kedua HMM di Bali, Kamis (27/10).
dr. Nadia menambahkan, negara G20 meminta gap analysis untuk kebutuhan manufaktur dan prioritas penyakit yang perlu diisi oleh G20. Tim HWG3 sedang menyiapkan kuesioner gap analysis untuk hal tersebut.
Indonesia dan 6 negara lain, yakni Argentina, Brazil, India, Saudi Arabia, Turki, dan Afrika Selatan sudah menunjukkan ketertarikan untuk berkolaborasi membentuk ekosistem manufaktur dan riset vaksin, terapi atau pengobatan, dan diagnostik (VTD).
Upaya kolaboratif ini melibatkan semua negara anggota G20 dan organisasi internasional. Inisiatif ini berfokus membangun jejaring pusat penelitian dan kapasitas produksi di negara-negara anggota G20 dan memberikan akses dan kesetaraan untuk negara berpenghasilan menengah
Banyak platform teknologi pembuatan vaksin telah dikembangkan, termasuk mRNA, viral vector, adjuvanted protein sub unit, dan inactivated vaksin, khususnya dengan efektivitasnya yang tinggi. Namun, sebagian besar vaksin mRNA telah dikembangkan dan diproduksi oleh perusahaan farmasi di maju.
“Untuk bersiap menghadapi pandemi berikutnya dan ancaman kesehatan global, setiap negara harus memiliki akses dan kapasitas untuk mengembangkan vaksin, terapi, dan diagnostik (VTD) terlepas dari status ekonomi dan geografisnya,” tutur dr. Nadia.
Dalam meningkatkan akses global dan kapasitas produksi, berbagi pengetahuan, pengembangan kapasitas, dan transfer teknologi di antara negara-negara G20 sangat penting. Salah satu contoh yang keberhasilan adalah produksi Molnupiravir – antivirus COVID-19 oral di negara berpenghasilan menengah ke bawah yang diaktifkan oleh The Medicines Patent Pool (MPP) Facility.
“Model seperti itu penting untuk memungkinkan transfer teknologi untuk kesiapsiagaan pandemi,” ungkap dr. Nadia.
Pembangunan pusat manufaktur vaksin, terapi, diagnostik ini merupakan perluasan akses bagi negara berpenghasilan menengah ke bawah, serta memperkuat jaringan ilmuwan global di bidang kedaruratan kesehatan masyarakat.
“Itu menunjukkan bahwa semua negara memiliki akses yang adil dan setara terhadap vaksin. Untuk mencapai hal ini, penting untuk memperkuat kapasitas penelitian dan pengembangan, mendiversifikasi rantai pasokan dan meningkatkan kolaborasi antar negara dan antara pusat penelitian publik dan swasta,” tutur dr. Nadia.
Dikatakan dr. Nadia, selain fokus pada vaksin, terapi, dan diagnostik, sangat penting memastikan akses dan kapasitas yang adil dalam mengembangkan diagnostik dan terapi untuk memungkinkan akses yang lebih baik dalam menghadapi pandemi di masa depan.
“Tanpa diagnostik dan terapeutik, akan sulit untuk mencegah penularan lebih lanjut, mengobati secara dini, dan mencegah kematian,”
Pandemi COVID-19, telah memberikan pelajaran bahwa respons kesehatan global dilakukan dengan memutus mata rantai penularannya. Selain itu kesiapsiagaan pandemi yang lebih kuat di setiap negara juga sangat penting.
Tantangannya adalah pengembangan serta penerapan vaksinasi, terapi, dan diagnostik yang aman dan efektif. Ini hanya dapat dicapai jika semua negara, baik negara maju, menengah, maupun rendah, memiliki kapasitas untuk memproduksi atau memiliki akses yang sama terhadap vaksin, teraputik, dan diagnostik.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email [email protected] (D2).
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik
dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid