Jakarta, 4 Februari 2021
Di masa pandemi sekarang ini, penyandang kanker merupakan salah satu kelompok rentan terinfeksi COVID-19 bahkan dapat menyebabkan kematian.
Berdasarkan data Satgas Penanganan COVID-19, sebanyak 1,8 % kasus konfirmasi positif memiliki penyakit penyerta kanker, dan sebanyak 0,5% pasien COVID-19 meninggal dengan penyakit penyerta kanker.
Ketua Perhimpunan Hematologi Onkologi Medik Ilmu Penyakit Dalam Indonesia (PERHOMPEDIN), Dr. dr. Tubagus Djumhana Atmakusuma, SpPD, K-HOM menyebutkan kanker merupakan penyakit yang disebabkan oleh peradangan. Apabila terkena COVID-19 penderita berisiko tinggi menyebabkan kematian tinggi.
Oleh karenanya, kelompok berisiko tinggi khususnya kanker juga membutuhkan vaksin COVID-19 untuk membentuk kekebalan tubuh. Namun, pemberian vaksin tidak boleh sembarangan, harus dibawah pengawasan medis.
“Pasien kanker dapat menerima vaksin COVID-19, namun tetap dibawah supervisi medis,” katanya.
Kendati diperbolehkan, tidak semua pasien kanker bisa mendapatkan vaksinasi. Pasien harus melalui serangkain pemeriksaan kesehatan dan melihat riwayat kontrol medisnya, baru kemudian diputuskan apakah yang bersangkutan dapat menerima vaksin COVID-19.
“Ada yang bisa menerima dan ada yang tidak bisa menerima, tapi vaksinnya harus vaksin yang tidak membahayakan pasiennya,” tuturnya.
dr. Jumhana menyebutkan ada beberapa kriteria pasien kanker yang diperbolehkan menerima vaksin adalah pasien yang telah mendapatkan remisi diantaranya tumor ladat pasca pembedahan yang remisi kumplit serta pasien kanker yang mendapatkan kemoterapi lebgkag dinyatakan remisi komplit.
Selain itu, vaksin juga layak diberikan kepada pasien kanker dengan status imun baik dilihat dari gejala sistemiknya, kadar leukosit normal, pasien kanker yang telah menyelesaikan 6 bulan kemoterapi sistemik aktif.
Terkait dengan jenis vaksin, menurut dr. Jumhana semua vaksin dianjurkan untuk diberikan kepada penyandang kanker, kecuali vaksin hidup (live attenuated dan replication-competent viral vector vaccine). Penyuntikannya juga harus disupervisi oleh Dokter Ahli Kanker di rumah sakit/cancer center.
Dalam kesempatan yang sama, dr. Cut Putri Arianie, MH.Kes, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular mengatakan upaya penanganan kanker di masa pandemi terus dilakukan dengan rutin melakukan upaya promotif preventif serta deteksi dini/skrining di FKTP, serta pemanfaatan digitalisasi kesehatan seperti telemedicine untuk mengurangi mobilisasi penyandang kanker.
Saat ini telah ada 47 Rumah Sakit tersebar di 17 provinsi di Indonesia yang mampu memberikan pelayanan onkologi dengan radioterapi, 23 RS lainya menyusul sedang dalam proses pengembangan. Diharapkan keberadaan RS ini akan mendekatkan serta mempermudah pelayanan kanker bagi masyarakat Indonesia
“Sehingga keberadaan RS ini akan dapat menjadi rujukan bagi para penyandang kanker,” tuturnya.
Hotline Virus Corona 119 ext 9. Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id (MF)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM