Jakarta, 12 Desember 2024
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menghadiri acara IPMG Stakeholders Forum 2024 di Jakarta, Kamis (12/12). Pada kesempatan itu, Menkes membeberkan 3 langkah konkret yang akan diambil oleh pemerintah untuk mengatasi persoalan obat yang masih menjadi tantangan besar bagi sistem kesehatan di Indonesia.
Langkah pertama adalah memastikan ketersediaan obat. Belajar dari pandemi COVID-19, Indonesia mengalami kesulitan untuk mendapatkan obat dan alat kesehatan, terutama BMHP (Bahan Medis Habis Pakai). Hal ini menunjukan lemahnya sistem ketahanan kefarmasian dan alat kesehatan Indonesia.
Dalam memastikan ketersediaan, pemerintah mendorong agar obat dan alat kesehatan dapat diproduksi di dalam negeri. Selain untuk memperkuat perekonomian, langkah tersebut juga untuk memperkuat sektor kesehatan dalam menghadapi pandemi selanjutnya.
“Kita sukses melakukan fraksionasi plasma darah dan harapannya mulai tahun 2026 kita mulai produksi Albumin di Indonesia. Itu kenapa, memastikan ketersediaan sangat penting untuk melindungi masyarakat dari pandemi selanjutnya,” kata Menkes.
Kedua, akses obat inovatif. Selain ketersediaan, peningkatan akses terhadap obat inovatif juga menjadi salah satu prioritas pemerintah. Menkes menegaskan bahwa saat ini Indonesia telah menginisiasi Health Technology Assessment (HTA) Satu Pintu Satu Standar dan mengakomodir stakeholder-led submission yang memungkinkan para stakeholder untuk melakukan kajian HTA mandiri kemudian hasilnya diusulkan untuk dinilai lebih lanjut oleh Komite Penilaian Teknologi Kesehatan.
Selain itu, pemerintah juga terus berupaya untuk efisiensi dan melakukan percepatan proses persetujuan uji klinik dan registrasi obat.
“Akses obat kita masih rendah. Pastikan kita harus menyederhanakan proses perizinan uji klinik dan registrasi obat, jangan terlalu lama, jangan terlalu birokratis,” kata Menkes.
Ketiga, harga obat harus terjangkau. Saat ini, harga obat di Indonesia sangat mahal dibandingkan harga di Singapura dan Malaysia. Menkes menyebut perbedaan harga obat mencapai 1,5 sampai 5 kali lipat lebih tinggi di Indonesia dibandingkan dengan harga di Malaysia. Hal ini menjadi penghalang utama bagi masyarakat untuk mendapatkan pengobatan yang tepat.
“Pajak bukan isu utama dari tingginya harga obat, tapi biaya marketing dan distribusi yang mahal. Untuk mengatasinya, pemerintah akan membuat sistem yang lebih baik guna mengatasi persoalan ini,” ucap Menkes.
Menkes menambahkan, kolaborasi antara pemerintah, industri farmasi, penyedia layanan kesehatan, dan tenaga kesehatan akan terus diperkuat untuk mencapai tiga tujuan utama ini.
“Kami membutuhkan dukungan anda. Tujuan kami jelas, yakni bisa memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan biaya yang terjangkau untuk masyarakat terutama dalam hal ketersediaan obat-obatan,” tutup Menteri Budi.
Dengan adanya upaya yang terus menerus dari semua pihak dalam memastikan akses, kualitas, dan biaya yang terjangkau, Menkes berharap dapat menciptakan sistem kesehatan yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Pada kesempatan yang sama, Ketua IPMG Ait-Allah Mejri mengapresiasi sektor kesehatan Indonesia di bawah kepemimpinan Menkes Budi yang telah mengalami kemajuan luar biasa pasca COVID-19. Menurutnya, hal ini bukan hanya prestasi yang besar di tingkat internasional, tetapi juga bentuk komitmen dalam meningkatkan sektor kesehatan di dalam negeri.
Oleh karena itu, pihaknya akan terus mendukung upaya Pemerintah Indonesia dalam meningkatkan sistem kesehatannya, terutama dalam menyukseskan transformasi kesehatan pilar ketiga yakni ketahanan sistem kesehatan melalui penguatan manufaktur lokal.
Komitmen tersebut diwujudkan dengan meluncurkan lima pilar Manifesto IPMG, yakni pembentukan Tim Kerja “Strategi Nasional untuk Obat dan Vaksin Inovatif”, Peninjauan Kriteria Pengadaan Obat dan Vaksin yang Lebih Efektif secara Biaya, Percepatan Penilaian Teknologi Kesehatan (HTA), Penguatan Kerangka Regulasi (BPOM), dan Prioritisasi Pembiayaan Kesehatan yang Berkelanjutan (More Money for Health, More Health for Money).
“Manifesto IPMG merupakan visi bersama dalam memperkuat upaya pemerintah untuk strategi farmasi nasional, utamanya dalam mengedepankan inovasi dan memastikan akses bagi seluruh pasien di Indonesia. Untuk itu, dalam forum ini kami mengundang para pemangku kepentingan untuk berkolaborasi dalam menyusun call to action dari manifesto ini,” kata Ait-Allah.
Manifesto diharapkan dapat meningkatkan daya saing Indonesia di kawasan Asia-Pasifik, memperkuat infrastruktur kesehatan, dan menciptakan sistem kesehatan yang transparan, efisien, dan berkelanjutan.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, dan alamat email [email protected]. (MF)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik
Aji Muhawarman, ST, MKM