Seberapa besar prevalensi perokok remaja di Indonesia
Perokok tertinggi ke-3 di dunia adalah Indonesia sesudah Cina dan India (WHO, 2008). Konsumsi produk tembakau di Indonesia yang tinggi dan terus meningkat di berbagai kalangan masyarakat mengancam kesehatan dan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Data GATS 2011 menunjukkan prevalensi merokok orang dewasa Indonesia sebesar 34,8% terbagi atas 67,4% laki-laki, dan 4,5% perempuan (GATS,2011).
Sementara itu, dikalangan remaja 15-19 tahun sebesar 38,4% laki-laki dan 0,9% perempuan (RISKESDAS, 2010). Data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2009, menunjukkan 20,3% anak sekolah 13-15 tahun merokok. Perokok pemula usia 10-14 tahun naik 2 kali lipat dalam 10 tahun terakhir dari 9,5% pada tahun 2001 menjadi 17,5% pada tahun 2010 (SKRT, 2001; RISKESDAS, 2010).
Faktor apa yang menyebabkan remaja merokok?
Alasan pertama kali merokok yang paling dominan adalah karena coba-coba, diikuti oleh pengaruh iklan TV, ingin kelihatan gagah, dan dipaksa teman. Faktor lingkungan keluarga dan masyarakat. Orang tua menjadi panutan dalam memberikan contoh bagi anak-anaknya, data dari GYTS 2009, menunjukan 72,4% remaja usia 13-15 tahun mempunyai orang tua merokok.
Bahaya apa yang timbul jika remaja sudah merokok?
Di dalam sebatang rokok terkandung 4.000 jenis senyawa kimia beracun yang berbahaya untuk tubuh dimana 43 diantaranya bersifat karsinogenik, dengan komponen utama nikotin (zat berbahaya penyebab kecanduan), Tar (bersifat karsinogenik), CO (menurunkan kandungan oksigen dalam darah.
Ketika seseorang telah kecanduan rokok, nikotin yang terkandung dalam tembakau merangsang otak untuk melepas zat yang memberi rasa nyaman (Dopamine), sehingga menyebabkan rasa ketergantungan. Untuk mempertahankan rasa nyaman, timbul dorongan untuk merokok kembali, inilah awal dari proses kecanduan.
Dampak kesehatannya seperti apa?
Merokok dapat menyebabkan berbagai penyakit, khususnya kanker paru, stroke, penyakit paru obstruktif kronik, penyakit jantung koroner, dan gangguan pembuluh darah, disamping menyebabkan penurunan kesuburan, peningkatan insidens hamil diluar kandungan, gangguan pertumbuhan janin (fisik dan IQ), kejang pada kehamilan, gangguan imunitas bayi dan peningkatan kematian perinatal.
Selain berdampak buruk bagi kesehatan perokok itu sendiri, asap rokok orang lain (AROL) juga berbahaya bagi kesehatan orang di sekitarnya (perokok pasif).
Bagaimana cara menghindari merokok bagi remaja?
Hindari berkumpul dengan teman-teman yang sedang merokok, yakinlah bahwa rokok bukan satu-satunya sarana pergaulan, jangan malu mengatakan bahwa diri kita bukan perokok, perbanyak mencari informasi tentang bahaya rokok, hindari sesuatu yang terkait tentang rokok (sponsor, iklan, poster, rokok gratis), dan lakukan hal-hal positif seperti olah raga, membaca, atau hobi lain yang menyehatkan.
Apa yang harus dilakukan orang tua, guru, dan pemerintah?
Orang tua dan guru harus memberikan tauladan bagi anak-anak untuk tidak merokok. Sementara itu pemerintah mengembangkan promosi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang salah satu indikatornya adalah perilaku tidak merokok, secara terus menerus mempromosikan tentang bahaya akibat merokok bagi kesehatan, dan membuat Peraturan yang dapat melindungi generasi bangsa dari dampak buruk akibat merokok.
Apakah industri rokok memang menyasar remaja?
Sebuah dokumen industri rokok di luar negeri menunjukan bahwa betapa ia menyadari pentingnya anak dan remaja menjadi pasar potensial. Remaja hari ini adalah calon pelanggan tetap hari esok karena mayoritas perokok memulai merokok ketika remaja (Philip Morris, Amerika Serikat, 1981).
Iklan, promosi, dan sponsor rokok secara masif dan intensif menyasar anak-anak untuk menjadi perokok pemula. Sebanyak 83% anak usia 13-15 tahun melihat iklan rokok di televisi (GYTS 2006), 89% melihat iklan rokok di billboard, dan 76,6% melihat iklan rokok di media cetak (GYTS 2009).
Berbagai studi menunjukan iklan rokok berpengaruh pada anak untuk mulai merokok. Studi di Indonesia menunjukan 70% remaja mengaku mulai merokok karena terpengaruh oleh iklan, 77% mengaku iklan menyebabkan mereka untuk terus merokok dan 57% mengatakan iklan mendorong mereka untuk kembali merokok setelah berhenti (Komnas Anak dan UHAMKA 2007).
Apa yang dilakukan pemerintah/Kemenkes untuk agar perokok remaja tak semakin banyak?
Pemerintah telah membuat aturan hukum yang tertuang dalam UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, PP No.109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan,dan peraturan Menteri Kesehatan No.28 tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan Dan Informasi Kesehatan Pada Kemasan Produk Tembakau.
Sementara itu, upaya yang dilakukan Kemenkes adalahmendorong dan membantu Pemerintah Daerah dalam melakukan pengembangan, implementasi dan monitoring evaluasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), menyusun dan mendistribusikan petunjuk teknis upaya berhenti merokok, meningkatan kapasitas tenaga kesehatanmelalui pelatihan konseling berhenti merokok di fasilitas pelayanan kesehatan, dan melakukan pelayanan berhenti merokok di puskesmas dan rumah sakit.
Prof.dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P, MARS, DTM&H, DTCE
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Kementerian Kesehatan RI