Jakarta, 7 April 2021
9 wilayah terdiri dari 8 kabupaten/kota berhasil melakukan eradikasi frambusia dan 1 provinsi berhasil melakukan eliminasi kusta. Kesembilan wilayah tersebut mendapatkan penghargaan dari Kementerian Kesehatan hari ini, Rabu (7/4) di Gedung Siwabessy, Kemenkes, Jakarta.
Penghargaan berupa sertifikat diserahkan langsung oleh Menteria Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin kepada 8 kabupaten/kota yang berhasil eradikasi frambusia, dan penghargaan eliminasi kusta dari Plt. Dirjen P2P dr. Mazi Rein Rondonuwu kepada 1 provinsi.
Dr. Maxi mengatakan eliminasi kusta dan eradikasi frambusia adalah bagian dari komitmen Indonesia untuk di capai pada tahun 2024.
“Sertifikat Eliminasi Kusta diberikan kepada daerah yang telah mencapai prevalensi kurang dari 1/10.000 penduduk,” katanya.
Pada akhir tahun 2020 Provinsi Sulawesi Selatan telah mencapai Eliminasi Kusta. Sertifikasi Eradikasi Frambusia diserahkan kepada Kabupaten/Kota non Endemis (Bebas) Frambusia diberikan pada daerah yang telah direkomendasikan oleh provinsi serta penilaian oleh Komisi Eradikasi Frambusia.
8 kabupaten/kota penerima sertifikat antara lain Kota Cilegon, Kabupaten Serang, Kota Jakarta Barat, Kota Bengkulu, Kota Salatiga, Kabupaten Kendal, Kota Blitar, Kota Madiun. Sementara 1 provinsi adalah Sulawesi Selatan.
Indonesia masih mempunyai penyakit-penyakit kuno yakni penyakit kusta yang muncul sejak sebelum Masehi. Hingga sekarang Indonesia masih menghadapi masalah tersebut.
Kusta sudah ada sejak zaman sebelum masehi. Tantangannya adalah bagaimana sesudah 2021 tahun penyakit ini bisa dieradikasi.
Menkes Budi mengatakan kusta adanya hanya di negara-negara berkembang salah satunya Indonesia dan masih cukup tinggi prevalensinya.
“Jadi di sini saya ingin mengucapkan terima kasih terhadap rekan-rekan dari pemerintah daerah. dari gubernur yang sudah berhasil menurunkan prevalensi kusta. Ini menjadi standar 1 per 10.000 untuk masuk kategori eliminasi,” ucap Budi.
Namun, alangkah baiknya, lanjut Budi, pemerintah Indonesia memasang targetnya sama seperti frambusia, yaitu eradikasi. Karena sudah saatnya Indonesia mampu menjadi salah satu negara yang bisa mengeradikasi kusta.
Kedua penyakit ini menularnya jauh lebih susah dibandingkan COVID-19. Artinya penanggulangan bisa jauh lebih aman, obatnya pun relatif mudah diketahui, terutama kusta, sehingga melakukan treatment nya juga lebih aman.
“Jadi seharusnya kita perlu kerja lebih keras, sudah ada contoh beberapa daerah bisa menyelesaikan, bisa mengeradikasi frambusia dan eliminasi kusta. Cara yang digunakan oleh wilayah tersebut bisa direplika untuk daerah lain,” tuturnya.
Budi menyampaikan prevalensi kusta sudah mencapai 16 ribuan dan 10 ribu insiden baru. Ia dan jajarannya masih mencari daerah mana yang masih tinggi angka kustanya kemudian melakukan intervensi spesifik untuk daerah tersebut.
“Saya pribadi menyayangkan kalau penyakit yang sudah 2021 tahun ini kok tidak bisa dihilangkan. Mudah-mudahan kita bisa bekerja keras mempercepat bukan hanya eliminasi tapi juga eradikasi,” kata Budi.
Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan yang diwakili oleh Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Pungkas Bahjuri Ali mengapresiasi upaya yang dilakukan oleh pemerintah dari 8 kabupaten/kota dan 1 provinsi tersebut.
Ia mengatakan capaian itu merupakan suatu lompatan besar. Diharapkan pemerintah pusat dan daerah mampu berkoordinasi dan berkolaborasi dengan mengedepankan upaya normatif. Sehingga perluasan penemuan kasus dan pemberian pengobatan ini bisa dituntaskan.
Indonesia saat ini menghadapi double burden of disease yaitu semakin meningkatnya penyakit tidak menular tapi pada saat yang sama penyakit menular juga masih sangat tinggi. Bahkan Indonesia masih menghadapi penyakit yang sering disebut penyakit tropis terabaikan seperti kusta dan frambusia.
RPJMN 2020-2024 telah menangkap tantangan tersebut yaitu bagaimana memfokuskan pembangunan kesehatan untuk penanganan penyakit menular termasuk penyakit terabaikan dan penyakit tidak menular. Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan cakupan kesehatan semesta, artinya seluruh penduduk mendapatkan seluruh pelayanan tanpa ada hambatan biaya.
“Penyakit kusta dan frambusia ini menunjukkan bahwa ada golongan yang tidak mendapatkan pelayanan kesehatan, artinya prinsip SDGs belum tercapai. Inilah tantangan terbesar kita dalam memberikan pemerataan pelayanan kepada seluruh penduduk sesuai dengan prinsip-prinsip universal health coverage,” tutur Pungkas.
Lebih lanjut Ia menjelaskan, jika Indoneisa mampu membangun dan mewujudkan agenda pembangunan untuk eliminasi kusta dan eradikasi frambusia, akan memberikan lompatan kemajuan bagi pembangunan kesehatan masyarakat Indoneisa sebagai bangsa yang besar yang ekonominya maju.
“Eliminasi dan eradikasi bukan berarti masalah selesai. Eliminasi di tingkat kabupaten tetapi penduduk penyakit itu ada di kabupaten lain. Siap-siap kita menerima penularan apabila kita tidak melakukan pengawasan atau kontrol setelah melakukan eliminasi atau eradikasi,” ujarnya.
Namun demikian pembelajaran dari provinsi dan kabupaten/kota dalam eliminasi kusta dan eradikasi frambusia ini dapat dijadikan pijakan dan akselerasi untuk provinsi lain.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id (D2)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM