Kemenkes Hebat, Indonesia Sehat

Kemenkes Hebat, Indonesia Sehat

Depo Obat KKHI Makkah Memaksimalkan Kebutuhan Obat bagi Jemaah Haji

Makkah, 5 Juli 2024

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI terus berupaya memaksimalkan pelayanan kesehatan bagi jemaah haji, termasuk menyediakan obat-obatan yang dibutuhkan. Pada penyelenggaraan haji tahun 1445 H/2024 M, Kemenkes RI menyediakan 62,3 ton obat untuk menunjang kesehatan para jemaah haji selama di Tanah Suci.

Kepala Pusat Haji Kemenkes RI Liliek Marhaendro Susilo mengungkapkan, proses pengadaan sebagian obat dan perbekalan kesehatan (perbekkes) lainnya untuk kebutuhan pelayanan di Arab Saudi dilakukan di Indonesia, kemudian dikirim ke Arab Saudi. Proses pengadaan sebagian lainnya dilakukan di Arab Saudi.

Setelah seluruh obat diterima, obat tersebut didistribusikan ke wilayah kerja Makkah dan Madinah, dengan proporsi 80% untuk Makkah dan 20% untuk Madinah. Dari 80% proporsi obat di Makkah, 10% disiapkan untuk puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).

Pembagian proporsi obat ini didasarkan pada perkiraan lama waktu jemaah haji berada di setiap wilayah. Total perjalanan jemaah haji Indonesia di Arab Saudi selama 40 hari. Dari lama waktu tersebut, jemaah haji diperkirakan hanya menghabiskan waktu 8-9 hari atau sekitar 20% dari total waktu jemaah berada di Arab Saudi. Sedangkan di Makkah, jemaah tinggal lebih lama, yakni 31-32 hari.

Untuk distribusi obat, koordinator obat dan perbekalan kesehatan di Arab Saudi Ahadi Wahyu Hidayat menjelaskan, Makkah dan Madinah mempunyai sedikit perbedaan. Untuk di Makkah, depo obat menyalurkan obat untuk apotek di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Makkah, sektor, kloter, serta pos satelit. Di Madinah, depo obat hanya menyalurkan obat ke apotek di KKHI Madinah, sektor dan kloter karena tidak terdapat pos satelit di Madinah.

Lebih lanjut, Ahadi menjelaskan, untuk mempercepat proses pelayanan serta mendisiplinkan proses pencatatan dan pelaporan digunakan aplikasi SSLOH, yaitu Satu Sehat Logistik Obat Haji. Dengan demikian, kloter, sektor, apotek di KKHI, pos satelit, dan ruang perawatan harus menggunakan aplikasi SSLOH untuk meminta obat.

“Mereka (sektor, apotek, kloter, pos satelit, dan ruang pelayanan) punya akun masing masing untuk pelayanannya,” kata Ahadi.

”Juga, sudah diterapkan e-resep yang digunakan sebagai dasar untuk pengeluaran obat menggunakan aplikasi,” kata dia lebih lanjut.

Menurut Ahadi, dalam pelaksanaannya, aplikasi SSLOH masih menemui beberapa kendala, terutama untuk layanan yang sifatnya cepat seperti IGD. Ketika sinyal lemah saat menggunakan aplikasi, kecepatan e-resep dapat terhambat. Hal tersebut dapat berakibat pada proses permintaan obat kembali.

Untuk mengatasi masalah ini, permintaan obat kembali harus diikuti dengan pembaruan (update) stok. Sebagai contoh, ketika pertama kali mengajukan permintaan obat, misalnya meminta 10 unit, dan kemudian menerima 10 unit obat tersebut. Saat akan mengajukan permintaan obat lagi, harus dilihat berapa sisa stok obat yang ada. Jika stok tidak diperbarui setelah penggunaan, maka sistem tidak akan memungkinkan untuk melakukan permintaan obat kembali.

“Itu yang maksud dengan pola distribusi dari mulai depo sampai dengan pos pelayanan, termasuk mekanisme permintaan dan instrumen yang digunakan untuk mempermudah penatalaksanaan obat dan perbekalan kesehatan,” kata Ahadi menjelaskan.

Depo farmasi saat ini melayani 554 kloter, 158 pos satelit, 11 sektor, apotek, dan ruang perawatan. Tenaga farmasi di depo berjumlah 4 orang, ditambah 7 orang TPK.

Pada tahun sebelumnya, terdapat tenaga farmasi di sektor. Kloter dapat mengambil obat di sektor, dan depo mendorong obat ke 11 sektor secara rutin, yakni 2-3 hari sekali. Tenaga farmasi di sektor mengendalikan obat di wilayah kerjanya, sehingga pelayanan lebih cepat dan pengendalian lebih mudah.

”Tantangan kami adalah menyelesaikan kegiatan di seluruh rangkaian penatalaksanaan untuk memberikan pelayanan obat bagi jemaah yang sakit di unit pelayanan kesehatan. Alhamdulillah dapat diselesaikan sampai Armuzna meski dengan segala kekurangan dan keterbatasan,” ujar Ahadi.

Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620 dan alamat email kontak@kemkes.go.id (sev).

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik

dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid