Jakarta, 31 Maret 2021
Sebagai salah satu kelompok yang rentan terpapar virus, lansia menjadi prioritas dalam pemberian vaksin COVID-19.
Namun, pada pelaksanaannya vaksinasi bagi lansia masih jauh dari harapan. Plt Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Maxi Reni Rondonuwu mengatakan dari total sasaran sebanyak 21,6 juta lansia, per tanggal 30 Maret 2021 jumlah lansia yang telah disuntik vaksin baru sekitar 1,5 juta orang.
Diungkapkan Maxi, salah satu hal yang menjadi kendala masih rendahnya cakupan vaksinasi bagi lansia adalah kemudahan akses ke lokasi vaksinasi. Dengan fisik yang sudah mulai menurun, lansia membutuhkan tempat vaksinasi yang mudah dekat dan mudah dijangkau. Untuk itu, butuh komitmen dari Pemda untuk tidak hanya fokus pada penyediaan lokasi vaksinasi di pusat kota, namun juga tingkat kecamatan bahkan desa.
“Persoalannya ada pada komitmen dari Pemda terutama untuk membantu akses lansia untuk datang ke tempat vaksinasi. Kalau di kota besar ada sentra-sentra vaksinasi, tetapi harus dilihat juga kegiatan vaksinasi di kecamatan maupun pedesaan, ini yang harus diperhatikan oleh Pemerintah Daerah,” kata Maxi.
Karena tidak semua sasaran vaksinasi memiliki kondisi sosial maupun ekonomi yang sama seperti lokasi vaksinasi yang jauh, ketiadaan pendamping, akses transportasi yang sulit dll. Hal inilah yang kemudian menghambat para lansia untuk mengikuti vaksinasi.
Menurutnya daerah perlu melakukan gerakan bersama yang jauh lebih masif dengan melibatkan stakeholder terkait agar semakin banyak lansia yang divaksinasi. Termasuk menciptakan model baru vaksinasi yang mudah, aman dan nyaman.
“Kami membuat kebijakan, satu pendamping yang membawa dua lansia akan ikut disuntik vaksin. Mudah-mudahan di daerah juga akan diimplementasikan. Karena ada 456 Kabupaten/Kota yang cakupan vaksinasi lansia masih dibawah 25%. Saya kira daerah perlu mencontoh DKI Jakarta, yang mana camat maupun lurah ikut terlibat untuk memobilisasi lansia,” ucap Maxi.
Disamping kemudahan akses, kepercayaan masyarakat mengikuti vaksinasi untuk melindungi dari potensi penularan COVID-19, turut menjadi perhatian pemerintah. Sebab, ada kecenderungan para anak-anak lansia ini khawatir mengikutsertakan orang tua mereka vaksinasi karena takut akan keamanan dan efektivitas vaksin.
“Di DKI sudah datang door to door ke apartemen, tetapi ketika datang hanya 25% saja yang mau. Kebanyakan di proteksi oleh anak-anaknya, oleh karenanya ketakutan yang muncul ini sepertinya kita perlu untuk terus melakukan sosialisasi,” terangnya.
Terkait dengan efek samping, Ketua ITAGI Sri Rezeki S Hadinegoro menekankan kepada masyarakat agar tidak perlu khawatir bahkan ketakutan. Karena sejauh pelaksanaan vaksinasi COVID-19, kelompok lansia justru memiliki KIPI atau efek samping yang sangat rendah. Gejala yang dialami pasca penyuntikan sifatnya ringan dan mudah diatasi, sehingga para anak diimbau untuk tidak perlu khawatir, manfaat vaksinasi jauh lebih besar dibandingkan risikonya.
“Efek samping kedua vaksin ini (Sinovac dan AstraZeneca) cukup ringan, tidak ada yang masuk RS atau sampai meninggal. KIPI pada lansia ini justru sangat sangat sedikit dibandingkan yang dewasa/muda,” jelas Sri Rezeki.
Sebagai salah satu pihak yang ikut terlibat dalam penentuan jenis vaksin yang akan digunakan dalam program vaksinasi nasional, Sri menegaskan bahwa pemerintah tentunya akan menyediakan vaksin COVID-19 yang aman, bermutu dan berkhasiat untuk melindungi seluruh masyarakat.
Hotline Virus Corona 119 ext 9. Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id (MF)
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM