Jakarta, 20 Mei 2024
Pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024, pemerintah berharap seluruh jemaah tidak mengalami sakit berat ketika menjalani ibadah yang menuntut ketahanan fisik di tengah cuaca panas Arab Saudi.
Karena itu, pemerintah melalui Pusat Kesehatan (Puskes) Haji Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI memantau kesehatan para jemaah yang memiliki riwayat penyakit (komorbid) seperti hipertensi, diabetes dan jantung. Pemantauan kesehatan ini dibagi dalam sejumlah kategori risiko, yakni risiko tinggi, sedang, dan rendah.
Pengelompokkan kategori risiko kesehatan ini tidak hanya ditujukan bagi jemaah lanjut usia atau lansia, melainkan jemaah haji lain yang bukan lansia dan memiliki komorbid. Sebanyak 30 orang teratas di tiap kloter yang masuk kategori risiko tinggi menjadi kelompok prioritas.
Kepala Puskes Haji Kemenkes RI Liliek Marhaendro Susilo, Ak M.M mengatakan, 30 orang yang masuk kategori jemaah prioritas harus dimonitor kesehatannya secara rutin, yakni minimal dua hari sekali. Dalam monitoring kesehatan ini, petugas kesehatan akan melakukan pengecekan tensi darah.
Mereka juga harus minum obat secara teratur. Puskes Haji Kemenkes sudah mengimbau jemaah minum obat dan membawa obat rutin pribadi ke Tanah Suci sejak jemaah masih berada di Indonesia.
“Jadi, kami anjurkan sejak saat menjelang berangkat. Kami sudah sampaikan semua ke petugas kesehatan, pokoknya jangan lupa jemaah yang sudah rutin minum obat untuk membawa obat rutinnya selama kebutuhan 40 hari di Tanah Suci,” kata Liliek di Jakarta, ditulis Senin (20/5).
“Nah, untuk kebutuhan dalam perjalanannya berangkat dari kampungnya, dari embarkasi, penerbangan sampai di bandara itu tolong ditaruh (obatnya) di tas jinjing, supaya mereka tetap minum. Jangan sampai lupa minum obat.”
Menurut Liliek, minum obat teratur diharapkan dapat mengendalikan penyakit sehingga dapat terkendali. Bagi jemaah dengan diabetes, gula darah terkendali selama di Tanah Suci. Sementara, jemaah dengan hipertensi, tekanan darahnya dapat terkendali selama di Arab Saudi.
“Ini kita mengendalikan faktor risiko, ya. Faktor risiko sudah dibawa, tapi kalau terkendali kan aman. Salah satunya adalah minum obat secara teratur sehingga obat-obatan untuk mengendalikan penyakit yang sudah rutin mesti dibawa,” lanjutnya.
Dalam kondisi darurat, jemaah yang lupa dan tidak membawa obat pribadinya, Kemenkes RI menyediakan obat dan perbekalan kesehatan lainnya. Rinciannya, sebanyak 2.872 koli untuk obat, sedangkan perbekalan kesehatan alat kesehatan habis pakai sebanyak 1.826 koli. Totalnya, 4.710 koli atau seberat 62,3 ton dibawa dari Indonesia.
Obat-obatan juga tersedia di Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) di Makkah dan Madinah. Proses pengadaan obat untuk layanan kesehatan di KKHI ini dilakukan di Indonesia.
“Obat yang kami sediakan itu belum tentu cocok buat jemaah hajinya. Makanya, kami anjurkan, obat yang sudah cocok dibawa dan untuk obat kebutuhan 40 hari di sana, bisa juga masuk ke koper besar, supaya di bandara gampang. Kalau (obatnya) sedikit, bawa di tas jinjing,” terang Liliek.
“Kalau memang darurat, lupa bawa obat itu di KKHI kita sediakan. Mudah-mudahan bisa cocok. Tetapi risiko tidak cocok itu nanti yang berdampak. Artinya, obat tetap sediakan, tapi jemaah sendiri kan yang paling mengerti obat apa yang biasa diminum. Meski kandungan sama, kalau beda merek, kadang suka tidak cocok.”
Makan dan Minum Teratur
Kapuskes Liliek turut mengingatkan kepada seluruh jemaah haji agar makan dan minum teratur. Jemaah haji bisa saja melakukan banyak aktivitas ibadah haji di Tanah Suci sehingga mereka lupa untuk makan dan minum.
Jemaah haji juga diingatkan agar beristirahat yang cukup. “Tetap makan dan minum secara teratur. Jangan sampai lupa. Biasanya aktivitas yang berlebihan sehingga waktunya banyak digunakan beraktivitas, dia berkurang waktu istirahatnya. Yang kita minta aktivitas jangan kebanyakan, istirahat cukup,” pesan Liliek.
Aktivitas di luar dengan durasi panjang ini perlu diperhatikan oleh jemaah haji. Terutama, mereka yang tidak sempat membawa bekal makan dan minum. Apabila disepelekan, bahkan sampai lupa makan dan minum, mereka bisa jatuh sakit.
“Kalau aktivitas berkepanjangan di luar, makanan itu tersedia di hotel, bukan di luar. Ada katering di hotel. Nah, orang yang sudah pernah atau sering ke sana pasti banyak membawa bekal, bawa kurma. Misalnya, mau salat zuhur sampai asar di masjid, dia sudah siap bawa bekal,” terang Liliek.
“Sementara, kalau yang tidak bawa bekal bagaimana? Dia menahan lapar. Mungkin biasanya di Indonesia menahan lapar begitu. Lama-lama di sana, akhirnya mereka lupa makan, lupa minum. Selang dua hari di sana seperti itu terus, ya, bisa sakit.”
Pakai Alat Pelindung Diri dan Minum Air Putih
Selama menjalankan ibadah haji, jemaah perlu menyesuaikan diri dalam menghadapi cuaca panas di Arab Saudi.
Kapuskes LIliek menjelaskan, cuaca di Arab Saudi berbeda dengan cuaca di Indonesia. Di Indonesia, suhu paling panas sekitar 36 derajat celsius, sedangkan suhu di Arab Saudi berkisar 41 derajat celsius.
“Paling panas di sana sekitar jam 3 dan 4 siang. Cuaca paling dingin itu jam 6 pagi. Sekarang 26 derajat celsius kalau pagi di sana. Nanti musim haji, semakin lama semakin panas. Tahun lalu di masa Arafah, cuacanya sampai 50 derajat celsius, rata-rata biasanya 47 derajat celsius,” terangnya.
“Jemaah haji kita kan siang hari keluar, beli oleh-oleh. Nah, itu yang kita perlu sama-sama kendalikan. Promosi kesehatan yang kita utamakan adalah mengendalikan kegiatan aktivitas jemaah haji di siang hari,” kata dia.
Jika jemaah harus keluar, Liliek berpesan agar memakai alat pelindung diri. Selain itu, jangan lupa untuk minum air putih.
“Tolonglah, gunakan alat pelindung diri. Pakai payung, pakai topi besar kalau ibu-ibu, pakai kacamata hitam, pakai masker, bawa semprotan air. Kalau terasa kering, disemprot supaya tidak kena heatstroke dan minum air,” ucapnya.
“Jangan lupa minum air. Targetnya, tiap 1 jam 250 mililiter atau satu gelas. Tapi kalau dia minum sekaligus biasanya sering buang air kecil, cari toiletnya jauh, susah. Makanya, kami ingatkan setiap 10 menit atau 15 menit, minumlah seteguk air. Supaya tenggorokan, kerongkongan tidak kering.”
Jaga Cairan Tubuh Tetap Stabil
Selain cuaca panas, Kapuskes Liliek menekankan, kelembaban udara di Arab Saudi terbilang rendah. Karena itu, jemaah haji diingatkan untuk minum air putih sebelum haus. Artinya, jemaah sebaiknya menghindari menunggu haus untuk minum air putih.
“Kalau dengar cerita orang pergi haji atau umrah, cuci baju ditaruh di kamar saja kering. Memang tidak basah, meskipun tidak kena matahari, itu bisa kering. Bayangkan, kalau tubuh kita itu tidak terasa haus, tetapi kalau kita ke kamar kecil, kita buang air kecil, kita lihat urine. Nah, kalau urine mulai warnanya kuning kecokelat-cokelatan berarti sudah indikasi kurang cairan,” tegasnya.
“Padahal, jemaah mungkin tidak merasa haus. Maka, jangan minum karena haus. Akan tetapi, minumlah tanpa menunggu haus. Yang kita minta agar untuk minum apapun kondisinya setiap 15 menit teguklah air. Supaya terpelihara kebersihan saluran pernapasan, kerongkongan juga.”
Demi menjaga cairan tubuh stabil, minum air putih dicampur oralit dapat menjadi pilihan yang bagus. Terlebih, batuk dan pilek sering dialami jemaah lantaran perubahan suhu dan cuaca.
“Kalaupun dia keluar siang hari, pulang masuk ke hotel, minumlah air putih dicampur oralit. Ya supaya cairan di tubuhnya tetap stabil,” kata Liliek.
Dengan demikian, Kapuskes Haji Liliek menjelaskan, minum obat, makan dan minum teratur serta istirahat yang cukup merupakan cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan seluruh faktor risiko penyakit maupun aktivitas yang dilakukan jemaah haji selama beribadah di Arab Saudi.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620 dan alamat email kontak@kemkes.go.id.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik
Siti Nadia Tarmizi, M.Epid