29 Juni 2024
Imunisasi dengan lebih dari satu jenis antigen vaksin yang disuntikkan dalam sekali kunjungan tidak menyebabkan kematian langsung pada anak. Pemberian imunisasi yang dikenal dengan istilah imunisasi ganda ini justru memberikan perlindungan ganda pada anak.
Merujuk rekomendasi Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), imunisasi ganda aman dan memberikan manfaat yang sangat baik karena pelayanan imunisasi akan menjadi efisien, yang mana seorang anak akan segera terlindungi dari beberapa Penyakit yang dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) dalam satu kali kunjungan.
Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan RI dr. Prima Yosephine, M.K.M menjelaskan, suntikan imunisasi ganda sudah diterapkan di lebih dari 160 negara, tidak hanya di Indonesia saja.
“Imunisasi ganda tidak menyebabkan kematian. Miliaran vaksin telah diberikan dengan cara imunisasi ganda di seluruh dunia,” jelas Prima di Jakarta, Sabtu (29/6).
“Lebih dari 160 negara memberikan minimal dua suntikan dalam satu sesi imunisasi dalam jadwal imunisasi rutinnya, termasuk Amerika Serikat, Jepang, Inggris, dan Kanada. Di Indonesia sendiri, di Provinsi Yogyakarta, imunisasi ganda di Provinsi Yogyakarta sudah diterapkan sejak tahun 2007.”
Secara nasional, Indonesia telah memperkenalkan pemberian imunisasi ganda sejak tahun 2017, yaitu pada jadwal imunisasi DPT-HB-Hib-3 yang diberikan bersamaan dengan imunisasi polio suntik Inactivated Poliovirus Vaccine/IPV pada bayi usia 4 bulan.
Selain itu, jadwal imunisasi ganda juga ada pada imunisasi lanjutan, yakni pada pemberian imunisasi campak rubella-2 dan DPT-HB-Hib-4 yang diberikan pada anak usia 18 bulan.
Vaksin DPT-HB-HiB diberikan guna mencegah 6 penyakit, antara lain difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, serta pneumonia (radang paru) dan meningitis (radang selaput otak) yang disebabkan infeksi kuman Hib.
Adapun kasus kematian setelah pemberian imunisasi, menurut Prima, amat sangat jarang (extremely rare) terjadi. Apabila terjadi, maka semua kasus tersebut harus dilakukan investigasi dan kajian kausalitas– hubungan sebab akibat– secara detail dan menyeluruh.
“Sampai saat ini data menunjukkan, mayoritas kasus-kasus tersebut adalah kejadian koinsidental– Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang tidak disebabkan oleh vaksin maupun kesalahan prosedur,” pungkasnya.
Ketua Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI) Prof. Dr. dr. Hindra Irawan Satari, SpA(K), M.Trop.Paed juga menegaskan, imunisasi tidak dapat menyebabkan kematian dan direkomendasikan sejak tahun 2003.
“Hampir semua vaksin dapat diberikan secara ganda. Pemberian lebih dari 3 jenis antigen tidak akan menyebabkan kematian,” tegasnya.
“Kombinasi apapun secara umum tepat untuk dilakukan. Efek yang timbul umumnya ringan, berlangsung singkat dan sembuh dengan atau tanpa pengobatan.”
Terkait efek imunisasi yang berkaitan dengan kematian, Prof. Hindra menyebut terdapat kondisi KIPI berat yang dinamakan syok anafilaktik. Reaksi anafilaktik akibat vaksinasi sangat jarang terjadi.
KIPI berat, yaitu menunjukkan gejala yang parah dan biasanya tidak berlangsung lama seperti kecacatan, syok anafilaktik dan alergi. Syok anafilaktik membutuhkan pertolongan yang cepat dan tepat.
“KIPI berat imunisasi adalah syok anafilaktik yang timbul 30 menit setelah imunisasi,” terangnya.
Prima menambahkan, syok anafilaktik setelah imunisasi sangat jarang terjadi.
“Kasus anafilaktik sangat jarang terjadi dan mayoritas dapat menyebabkan kematian segera setelah pemberian imunisasi, biasanya dalam 30 menit pertama. Namun, hal ini tetap harus dibuktikan melalui investigasi dan kajian kausalitas yang mendalam atau menyeluruh,” tambahnya.
Imunisasi Ganda pada Anak yang Sehat
Terdapat ketentuan pemberian imunisasi ganda, salah satunya adalah anak harus sehat. Sebelum menerima suntikan lebih dari satu jenis antigen vaksin, tenaga kesehatan biasanya melakukan skrining terhadap anak.
Direktur Pengelolaan Imunisasi Prima Yosephine menerangkan, tidak ada perbedaan persyaratan kesehatan dalam pemberian imunisasi satu atau lebih antigen.
“Imunisasi aman diberikan kepada anak sehat, tidak sedang sakit berat, dan tidak dalam kondisi imunokompromais/imunodefisiensi. Tenaga kesehatan melakukan skrining kesehatan kepada seluruh bayi dan anak sebelum melakukan imunisasi,” terangnya.
“Apabila ada anak yang sakit, maka anak tersebut akan dirujuk ke dokter untuk pemeriksaan lanjutan.”
Setelah mendapatkan imunisasi, bayi atau anak diminta untuk menunggu selama 30 menit untuk dipantau kemungkinan terjadinya KIPI.
“Petugas memberikan informasi bagaimana cara mengatasi KIPI yang mungkin muncul setelah bayi atau anak pulang, dan diminta untuk melapor kepada petugas Kesehatan terdekat jika ada KIPi yang muncul,” lanjut Prima.
Senada dengan Prima, Ketua Komnas KIPI Prof. Hindra Irawan Satari menyatakan, syarat untuk menerima suntikan ganda, yakni anak harus dalam kondisi sehat. Pemantauan KIPI dapat dilakukan oleh orangtua.
“Keadaan (anak) sehat dapat diberikan imunisasi ganda. Pemantauan KIPI berat dapat diketahui dalam 30 menit pertama, pemantauan selanjutnya dilakukan oleh orangtua, setelah diberi keterangan oleh tenaga kesehatan yang melakukan vaksinasi,” ucapnya.
“Perlu disampaikan pula tanda bahaya (gejala KIPI) agar orangtua dapat segera membawa anak ke rumah sakit untuk diberi pertolongan.”
Tips Pemberian Imunisasi Ganda
Pelaksanaan imunisasi ganda dapat dilakukan di fasilitas kesehatan seperti klinik, rumah sakit, Puskesmas dan posyandu. Panduan pelaksanaan imunisasi ganda di fasilitas kesehatan sesuai informasi Kemenkes RI, sebagai berikut:
1. Persiapan Ruang Penyuntikan
Ruang atau area penyuntikan harus bersih. Pastikan hanya ada vaksinator (pemberi suntikan), anak dan pendamping (orangtua atau pengasuh).
2. Lakukan Konseling
Beri penjelasan manfaat imunisasi dan kemungkinan KIPI seperti demam atau nyeri yang merupakan reaksi normal setelah penyuntikan. Jelaskan langkah yang harus dilakukan orangtua jika terjadi reaksi dan minta untuk segera menghubungi dokter atau bidan jika keluhan tidak membaik setelah 2-3 hari.
3. Lokasi Penyuntikan
Jika anak sudah bisa berjalan, lokasi penyuntikan sebaiknya di lengan. Namun, pada bayi berusia 2 bulan ke atas, suntikan biasanya dilakukan di paha sebelah kanan dan kiri untuk mengurangi rasa sakit dan tidak nyaman.
Pada lokasi suntikan pertama biasanya masih terasa nyeri sehingga untuk mengurangi rasa nyeri yang berlebihan, suntikan kedua dilakukan di paha yang berbeda. Tetapi dengan rekomendasi dokter atau petugas kesehatan, suntikan kedua juga bisa dilakukan di lokasi yang sama dengan jarak sekitar 2,5 sentimeter.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620 dan alamat email kontak@kemkes.go.id.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik
dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid