Jakarta, 16 Desember 2020
Kementerian Kesehatan melaunching buku profil ketersediaan sarana air, sanitasi, dan higiene di Puskesmas Tahun 2020. Kegiatan ini dihadiri oleh Sekretaris Badan Litbangkes Kesehatan Dr. Nana Mulyana, Kepala Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat, Ir. Doddy Izwardy, MA, Robert Gass, Direktur Fasilitas Pelayanan Kesehatan dr. Andi Saguni, MA, Deputi Representatif UNICEF Indonesia, Dr. Tara Kessaram, Team Lead NCDs and Healthier Populations World Health Organization (WHO), Perwakilan dari BAPPENAS, perwakilan dari seluruh Dinkes Prov/Kab/Kota secara daring dan luring, di Jakarta (17/12).
Peluncuran Buku merupakan tonggak sejarah karena untuk pertama kalinya, Indonesia dapat melaporkan kondisi ketersediaan sarana Air, Sanitasi, dan Higiene kepada publik dan merupakan hasil penelitian mengenai Ketersediaan sarana air, sanitasi dan kebersihan atau dikenal secara global dengan istilah Water, Sanitation, Hygiene (WASH) yang merupakan aspek pendukung utama dari pelayanan kesehatan yaitu aspek kualitas, keadilan dan martabat bagi semua orang. Buku ini di susun bersama antara Kementerian Kesehatan, UNICEF dan SNV Indoneaia.
“Publikasi ini, selain ditujukan sebagai data kondisi dan keadaan Sanitasi Puskemas dalam rangka pencapaian target SDGs, juga untuk memberikan dorongan kepada pemerintah di tingkat daerah untuk memperhatikan kerentanan puskesmas sebagai potensi sumber infeksi dan penyebaran penyakit pada masyarakat. Maka, perlu dilakukan perbaikan ataupun peningkatan kondisi sarana air, sanitasi dan hygiene yang lebih baik atau menuju layanan paripurna” jelas Sesbadan Balitbangkes.
Ketersediaan layanan dasar Sarana Air, Sanitasi, dan Higiene sangat penting untuk memastikan tersedianya pelayanan Kesehatan yang berkualitas serta meningkatkan kesehatan masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan di Puskesmas memiliki peranan penting untuk masyarakat sebagai pusat pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Namun, tidak dapat dihindari bahwa fasyankes juga memiliki potensi sebagai sumber infeksi dan penyebaran penyakit pada masyarakat jika tidak dilengkapi dengan sarana Air, Sanitasi, dan Higiene yang layak. Tidak tersedianya sarana Air, Sanitasi, dan Higiene yang layak di fasyankes seringkali dihubungkan dengan penyebaran healthcare associated infections (HAIs).
Pemenuhan sarana WASH di fasyankes atau dikenal dengan WASH in Health Care Facilities diharapkan dapat tercapai melalui pemenuhan Sustainable Development Goal (SDG) 6 tahun 2030. Joint Monitoring Programme (JMP) telah menerbitkan laporan secara berkala untuk memantau kondisi penyediaan WASH sesuai dengan indikator SDG poin 6.1 yaitu tercapai akses semesta dan merata terhadap air minum yang aman dan terjangkau bagi semua pada tahun 2030, serta 6.2 yaitu tercapai akses terhadap sanitasi dan kebersihan yang memadai dan merata bagi semua, dan menghentikan praktik buang air besar sembarangan, memberikan perhatian khusus pada kebutuhan kaum perempuan, serta kelompok masyarakat rentan pada tahun 2030. Istilah “semesta” dan “untuk semua” pada SDG 6.1 dan 6.2 secara implisit menyoroti kebutuhan untuk memperluas pemantauan WASH mulai dari rumah tangga dan institusi, termasuk fasyankes.
Robert Gass, Deputy Representative UNICEF Indonesia menegaskan bahwa, “Air, Sanitasi, dan Higiene yang layak di fasyankes memiliki peran yang sangat penting bagi ibu melahirkan dan Kesehatan anak. Ketersediaan sarana ini di fasilitas persalinan sangat penting dalam tata layanan persalinan yang memenuhi syarat, baik bagi ibu yang bersalin maupun petugas yang membantu persalinan.
“Pedoman WHO tentang perawatan pascapersalinan, merekomendasikan bahwa ibu mendapatkan perawatan inap setidaknya selama 24 jam setelah bersalin. Hal ini mungkin tidak dapat terlayani sesuai standar, jika sarana WASH tidak berfungsi atau tidak tersedi” jelas Dr. Tara Kessaram.
Berikut beberapa fakta-fakta penting antara lain hasil dari Profil Ketersediaan Sarana Air, Sanitasi dan Higiene di Puskesmas Tahun 2020 :
1. Secara umum, akses air dasar di puskesmas cukup baik. Secara nasional, puskesmas telah memiliki akses air dasar telah mencapai 80%. Namun masih terdapat 1 dari 5 puskesmas yang tidak memiliki akses air yang layak.
2. Seperti halnya akses dasar air di puskesmas yang terlihat cukup baik, akses sanitasi dasar di puskesmas seluruh Indonesia juga cukup baik. Cakupan nasional untuk akses sanitasi dasar di puskesmas sudah mencapai 74%, itu berarti 3 dari 4 puskesmas memiliki akses sanitasi yang layak. Hal ini juga berarti 1 dari 4 puskesmas tidak memiliki sarana sanitasi yang layak. Bahkan masih ada sekitar 80 puskesmas yang tidak memiliki sarana sanitasi sama sekali.
3. Hampir semua Puskesmas atau 99,29% memiliki sarana cuci tangan, namun tidak terdapat data apakah sarana cuci tangan pakai sabun (CTPS) di puskesmas yang berjarak kurang dari 5 meter dari toilet. Akibatnya, tidak dapat diketahui proporsi puskesmas yang memiliki akses layanan dasar kebersihan tangan.
4. Sekitar 46% puskesmas di Indonesia telah memiliki akses terhadap sarana pengelolaan sampah layanan kesehatan yang aman. Sisanya, 1 dari 2 puskesmas belum memiliki sarana pengelolaan sampah layanan kesehatan yang aman. Bahkan masih ada sekitar 285 puskesmas yang tidak memiliki sarana pengelolaan sampah layanan dasar termasuk pengolahan sampah medis secara aman.
5. Terdapat 51% puskesmas di Indonesia telah memiliki akses terhadap pembersihan lingkungan dengan layanan dasar. Hal ini berarti 1 dari 2 puskesmas belum memiliki akses pembersihan lingkungan yang layak. Bahkan 1 dari 5 puskesmas tidak memiliki pedoman kebersihan dan tidak melakukan pelatihan kebersihan kepada petugas kebersihan di puskesmas
Fakta-fakta tersebut di atas dapat dijadikan acuan berbasis bukti bagi pengambil kebijakan di Kementerian Kesehatan atau Dinas Kesehatan Provinsi, kabupaten maupun kota, untuk menjadikan dasar dalam merespon dan mengatasi permasalahan WASH di seluruh puskesmas di Indonesia.
“Untuk memenuhi kebutuhan ketersediaan sarana Air, Sanitasi, dan Higiene pada Puskesmas yang belum memiliki akses yang layak pada sarana-sarana tersebut, diperlukan biaya investasi sekitar 5 trilyun rupiah” ujar Kepala Puslitbangkes Upaya Kesehatan Masyarakat, Balitbangkes
Menutup pertemuan tersebut Doddy menyampaikan harapannya agar peluncuran buku ini dapat dimanfaatkan oleh para sanitarian untuk memahami indikator- indikator, dimana mereka sebagai ujung tombak di Puskesmas, sehingga perlu memahami indikator yang digunakan, apa yang harus dikuasai dan apa yang perlu dilakukan, sehingga pedoman yang dikeluarkan di pusat bisa diterapkan dan dapat meningkatkan kualitas di Lapangan.
Hotline Virus Corona 119 ext 9. Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id (RZ/PRU).
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat
drg. Widyawati, MKM