Solo, 12 Desember 2022
Wakil Menteri Kesehatan RI Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono mendorong Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Surakarta mengembangkan okupasi terapi dan terapi wicara.
Okupasi Terapi adalah profesi kesehatan yang menangani pasien dengan gangguan fisik dan atau mental yang bersifat sementara atau menetap. Dalam praktiknya, okupasi terapi menggunakan aktivitas terapeutik untuk meningkatkan komponen kinerja okupasional (sensomotorik, persepsi, kognitif, sosial dan spiritual) dalam area kinerja okupasional (perawatan diri, produktivitas dan pemanfaatan waktu luang), sehingga pasien mampu meningkatkan kemandirian fungsional, meningkatkan derajat kesehatan dan dapat berpartisipasi di masyarakat.
Okupasi terapis adalah orang yang telah menyelesaikan pendidikan profesional okupasi terapi dan mempunyai wewenang menjalankan praktek profesi sesuai peraturan yang berlaku.
Lulusan jurusan okupasi terapi Poltekkes Surakarta dipersiapkan untuk bekerja di rumah sakit umum pemerintah maupun swasta, rumah sakit jiwa, rumah sakit militer, pusat rehabilitasi fisik, pusat rehabilitasi mental, klinik, perusahaan, sekolah dengan kebutuhan khusus, dan praktek mandiri.
Saat ini kondisinya okupasi terapis dan terapis wicara di Indonesia masih kurang.
“Saya lihat sebaran kita untuk okupasi terapis dan terapis wicara masih sedikit. Ini sangat dibutuhkan di antaranya untuk rumah sakit, klinik, termasuk untuk sekolah inklusi,” ujar Wamenkes Prof. Dante di Poltekkes Surakarta, Senin (12/12).
Jumlah lulusan okupasi terapi dan terapi wicara Poltekkes Surakarta rata-rata masing-masing sebanyak 200 orang per tahun. Prof. Dante mengatakan Poltekkes harus melakukan pemetaan dan penambahan kuota okupasi terapi dan terapi wicara.
Penambahan okupasi terapis dan terapis wicara ini harus diiringi dengan penambahan dosen. Poltekkes Surakarta siap menambah jumlah dosen 2 kali lipat dari yang tersedia saat ini.
Di samping mempersiapkan dosen, Poltekkes Surakarta sudah berbicara dengan 3 institusi pendidikan yakni 2 universitas luar negeri salah satunya University of the Philippines dan Poltekkes di Indonesia untuk menyelenggarakan S2 okupasi terapi dan terapi wicara bersama.
Hal ini dinilai menjadi solusi untuk mengatasi kelangkaan dosen, karena berdasarkan pembahasan dengan 3 institusi tersebut nantinya dosen dari Filipina bisa mengajar di Indonesia. Rencana ini baru di tahap pembahasan, belum diformalkan mengenai kapan dimulai.
Adapun cara lain, lanjut Prof. Dante, adalah mahasiswa okupasi terapi dan terapi wicara difungsikan untuk praktek seperti dokter, yakni pagi mereka melakukan pengembangan keilmuan, kemudian sore mereka praktek.
“Atau jika perlu Poltekkes melakukan pengembangan dengan mendirikan klinik okupasi, pagi mereka melakukan pengembangan kapasitas keilmuan, sore mereka melakukan praktek di klinik Poltekkes,” tutur Prof. Dante
“Salah satu cara yang paling efektif adalah membuka unit usaha untuk okupasi terapi ini, untuk terapi bicara, untuk terapi anak-anak berkebutuhan khusus di Poltekkes, dengan demikian Poltekkes akan berkembang,” tambah Prof. Dante.
Ia menyadari pengembangan okupasi terapi dan terapi wicara ini tidak mudah, namun jika berhasil bisa menjadi percontohan bagi kampus lain. Bahkan ada program beasiswa yang masuk ke Poltekkes Surakarta yaitu beasiswa dari Bangka Belitung, dan beberapa beasiswa dari swasta kepada mahasiswa Poltekkes Surakarta karena mereka berlomba-lomba untuk mendapatkan tenaga dengan spesifikasi keahlian ini.
“Nanti tolong diatur jangka pendeknya apa, menengahnya apa, jangka panjangnya apa. Tapi salah satu solusi yaitu membuat klinik okupasi terapi dan terapi wicara di Poltekkes, karena salah satu tujuan kedepannya dalam menjadikan Surakarta pusat pengobatan medik berkebutuhan khusus,” ungkap Prof. Dante.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor hotline 1500-567, SMS 081281562620, faksimili (021) 5223002, 52921669, dan alamat email kontak@kemkes.go.id (D2).
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik
dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid