Bekasi, 13 Agustus 2025
Penyelenggaraan ibadah haji 1446 H/2025 M telah berjalan dengan lancar dan aman. Namun, di sisi lain persoalan kesehatan haji Indonesia menjadi tantangan tersendiri, baik di dalam negeri maupun Arab Saudi.
"Alhamdulillah, ibadah haji di tahun ini berjalan dengan lancar dan aman. Semoga jemaah menjadi mabrur dan menjaga kemabrurannya hingga akhir hayatnya," ujar Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan, Liliek Marhaendro Susilo dalam sambutannya di dalam Pertemuan Evaluasi Nasional Penyelenggaraan Kesehatan Haji Tahun 1446H/2025M di Bekasi, Jawa Barat (13/8).
Ia membeberkan bahwa pada musim haji 1446 H/2025 M, Indonesia memberangkatkan sebanyak 203.149 jemaah haji reguler. Dari jumlah tersebut, sekitar 80,43% atau lebih dari 153 ribu jemaah memiliki penyakit penyerta (komorbid).
Penyakit komorbid yang paling banyak ditemukan meliputi hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, dan penyakit paru.
Berdasarkan data Sistem Komputerisasi Haji Terpadu Kesehatan (Siskohatkes), pada ibadah haji tahun ini tercatat sebanyak 258.159 kunjungan layanan rawat jalan di tingkat kloter dan hotel. Kasus terbanyak adalah ISPA, hipertensi, dan myalgia.
Sedangkan, untuk rawat inap di Rumah Sakit Arab Saudi, tercatat 1.712 pasien dengan diagnosis pneumonia, komplikasi diabetes, dan Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) sebagai tiga besar penyebab perawatan.
"Tim medis juga telah bekerja keras untuk menekan angka kematian, terutama pada kelompok lansia dan jemaah dengan penyakit kronis," pungkas Liliek.
Oleh karena itu, kondisi ini menuntut kesiapan pelayanan kesehatan yang lebih komprehensif dan berlapis, baik di tanah air maupun selama penyelenggaraan ibadah haji di Arab Saudi.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Pelayanan Haji Dalam Negeri, Badan Penyelenggara Haji (BPH), Puji Raharjo mengajukan sejumlah usulan terkait istitaah kepada Kementerian Haji dan Umroh Arab Saudi saat datang ke Indonesia.
Pertama, dilakukan pemeriksaan istitaah lebih awal, sinkron dengan closing date pelunasan BPIH. Kedua, pentingnya penegakan kategori 'tidak layak berangkat' bagi kasus medis berat sesuai KMK.
Ketiga, mempertahankan tidak ada pembatasan usia, tetapi memperketat standar medis. Keempat, meningkatkan integrasi data kesehatan di Siskohatkes dan Nusuk. Kelima, edukasi masif kepada calon jemaah terkait syarat istita‘ah dan opsi badal haji.
Lebih lanjut, Ia mengungkapkan pihak Arab Saudi menjawab usulan Indonesia tersebut bahwa Arab Saudi lebih menekankan pembatasan medis ketat. Sedangkan untuk menegakan istitaah, mereka menyetujui, namun harus mengacu kepada daftar persyaratan negaranya.
"Dengan dilakukannya pertemuan evaluasi penyelenggaraan kesehatan haji ini merupakan momentum untuk perbaikan kebijakan di tahun depan dan diharapkan dapat merumuskan rekomendasi yang aplikatif dan solutif untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan haji di tahun-tahun mendatang," ucap Puji.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Informasi Publik, Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi Halo Kemenkes melalui hotline 1500-567, SMS 081281562620, atau email [email protected]. (DH/D2)
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik
Aji Muhawarman, ST, MKM